Teori mengatakan bahwa perokok akan memiliki umur 10 tahun lebih
pendek dari seharusnya. Namun, faktanya banyak perokok yang bertahan hidup
hingga tua, bahkan lebih lama dari orang-orang yang tidak pernah menyentuh
rokok sepanjang hidupnya. Perokok juga mampu melakoni aktivitas berat yang
belum tentu mampu dilakukan orang pada umumnya seperti mendaki gunung, olahraga
berat atau lari. Selain itu, fatwa MUI tentang haramnya rokok masih disangsikan
karena yang berhak menghalal-haramkan sesuatu adalah Allah, maka manusia tidak
semestinya mengharamkan rokok karena tidak terdapat dalam Al-Qur’an maupun
sunnah. Lantas, apakah fatwa haram terhadap rokok dapat dibenarkan?
Fatwa haram terhadap rokok oleh Majelis Ulama Indonesia sepertinya
hanya menjadi buah bibir saja di masyarakat. Buktinya, jumlah perokok di negara
yang katanya mayoritas beragama islam ini terus merangkak naik. Menurut data
dari Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan jumlah perokok
aktif di Indonesia mencapai 61,4 juta. Berdasarkan data tersebut diketahui
bahwa Indonesia mendapat ranking 3 dengan jumlah perokok aktif terbanyak di
dunia setelah China dan India.
Sebenarnya upaya menurunkah jumlah perokok telah banyak dilakukan. Mulai
dari kampanye kesehatan, memasang pamflet dengan gambar-gambar menyeramkan,
larangan merokok di tempat umum, hingga pengadaan ruang khusus untuk merokok
telah dilakukan. Kenyataannya masih saja terdapat kepulan asap rokok dimanapun
kita berada.
Bukan hanya kampanye dari dinas kesehatan dan aktivis semata, MUI juga
telah mengeluarkan fatwa haram rokok. Majelis Ulama Indonesia sepakat
memutuskan fatwa haramnya rokok karena mengandung banyak kemudorotan bahkan
menyebabkan kematian.
Mengapa Mereka Tetap Merokok?
Banyak alasan yang
dilontarkan orang-orang yang tidak menggubris larangan merokok. Salah satunya adalah
faktor kesehatan mereka seperti kisah
berikut. Seorang kakek perokok aktif mampu bertahan hidup hingga usia lebih
dari 70 tahun. Beliau tidak pernah menderita penyakit kronis apapun sepanjang
hidupnya. Ada lagi seorang pemuda yang juga aktif merokok justru memiliki
energi yang lebih dari teman-temannya. Ia aktif mendaki gunung. Fakta lain
membuktikan bahwa pemuda pecandu rokok mampu menjadi atlet basket.
Kenyataan di atas
menjadi senjata ampuh bagi para perokok. Buktinya, orang yang tidak merokok
belum tentu lebih sehat dan berumur panjang daripada perokok. Resiko penyakit
seperti yang digembar-gemborkan oleh para aktivis seringkali tidak menjangkiti para
perokok. Begitulah jalan pikiran para perokok di Indonesia ini. Lantas, apakah
argumen tersebut dapat dibenarkan?
Sulitnya
menghentikan kecanduan rokok juga terjadi akibat banyaknya tokoh agama dan
masyarakat yang masih merokok. Mereka yang bertitel kiai atau biasa dipanggil
ustadpun gemar mengepulkan asap rokok, bahkan saat mengajar para santri. Kalau
sudah demikian, bagaimana mungkin orang-orang yang menjadikannya panutan akan
berhenti merokok. Anehnya lagi fatwa haram rokok dipandang melecehkan kiai di
Indonesia. Menjadikan rokok sebagai barang haram sama dengan mengharamkan para
kiai.
Ada pula pandangan
seorang perokok yang mengatakan bahwa keharaman rokok itu dibuat oleh manusia,
bukan Allah. Padahal, Allah yang berhak menghalal-haramkan sesuatu sedangkan
manusia tidak memiliki hak untuk itu. Kalau mau bicara mengenai dampak buruk
bagi kesehatan, makan berlebihanpun juga bisa merusak kesehatan. Maka makanan
itu juga haram hukumnya.
Benarkah Allah menghalalkan rokok?
Islam adalah agama
yang hanif dan komprehensif. Seluruh aturan sesungguhnya telah tertuang dalam
Al-Qur’an dan Sunnah, baik yang dapat dipahami secara kontekstual maupun
maknawi. Secara kontekstual memang tidak ada larangan merokok dalam nash Al-Qur’an
dan sunnah. Namun, bagaimana dengan dalil yang dipahami secara maknawi?
Allah swt telah
memberikan kita fisik yang lengkap dan sehat. Memang secara kasat mata fisik
seseorang adalah hak pribadinya. Namun, bukankah fisik yang kita miliki juga
merupakan amanah yang Allah titipkan dan seharuskan dijaga dengan baik?
“Dan infakkanlah
(hartamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu jatuhkan (diri sendiri) ke
dalam kebinasaan dengan tangan sendiri, dan berbuat baiklah. Sungguh, Allah
menyukai orang-orang yang berbuat baik (Q.S Al Baqarah: 195)”
Dalil diatas
menyatakan larangan untuk menjatuhkan diri sendiri ke dalam kebinasaan. Lantas,
bagaimana dengan perokok? Bukankah berbagai penelitian telah menegaskan bahwa
rokok adalah racun yang dapat merusak organ tubuh? Bahkan, banyak korban yang
meninggal akibat merokok. Tidak berlebihan rasanya bila perokok dikatakan
sebagai orang yang membinasakan dirinya sendiri karena dengan sengaja
memasukkan racun ke dalam tubuh.
Memang tidak semua
perokok meninggal dunia karena rokok atau mati lebih dulu daripada yang bukan
perokok. Lantas, apakah hal tersebut dapat dijadikan alasan bolehnya merokok?
Hidup ini sepenuhnya berada di tangan Allah. Allah yang menentukan kapan ajal
menjemput. Jangankan perokok, orang yang jelas-jelas berusaha bunuh diri dengan
gantung diri atau menjatuhkan diri ke jurang berkali-kali pun masih bisa
bertahan hidup bila belum waktunya. Lalu apakah perilaku bunuh diri itu dapat
dihalalkan?
Allah swt telah
berfirman dalam qur’an surat An-Nisaa’; 29, “Wahai orang-orang yang beriman!
Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan cara yang batil (tidak
benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di
antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha
Penyayang kepadamu.”
Sudah jelas bukan
bahwa haram hukumnya membunuh diri sendiri dengan jalan apapun entah itu
berujung pada kematian atau tidak? Lalu, memasukkan 4000 macam racun dalam
rokok ke dalam tubuh apa namanya kalau bukan usaha untuk bunuh diri?
Rasulullah saw
juga bersabda, “Barangsiapa mengonsumsi racun hingga membunuh dirinya, maka
racunnya tersebut berada di tangannya untuk dikonsumsi di neraka jahanam kekal
selamanya (HR Bukhari No 5778 dan Muslim No 109). Dengan semua dalil diatas,
masihkah kita menyangsikan keharaman rokok?
Merokok Menggerus Toleransi
Seringkali kita
saksikan pemandangan seseorang yang
batuk-batuk di samping perokok dan pelaku justru santai saja dengan
kepulan asap rokoknya. Sungguh peristiwa demikian telah mencabut urat malu dan
belas kasih manusia. Bukankah sebagai seorang muslim kita tidak diperkenankan
mengganggu saudara di sekitar kita?
“Muslim yang baik
(yang hakiki) adalah yang kaum muslimin selamat dari gangguan lisan dan
tangannya (HR Al-Bukhari no 9 dan Muslim no 41)”
Sebagian perokok
mengelak mengganggu orang lain dengan alasan tidak merokok di tempat umum atau
dekat dengan orang. Sadarkah bahwa asap rokok yang keluar dari puntung dan
mulutnya akan merusak kesegaran udara di bumi ini? Bila udara yang Allah
limpahkan dengan kasih sayang rusak, mungkinkah seluruh saudaranya akan
selamat?
Masih ada lagi
kerugian merokok ditinjau dari sisi ekonomi dan sosial. Sudah menjadi rahasia
umum seorang bapak perokok lebih mengedepankan membeli rokok daripada makanan
bergizi untuk putranya. Bahkan, ia rela tidak makan asal bisa merokok. Padahal,
di akhirat nanti kita akan dimintai pertanggung jawaban tentang harta dan usia
yang kita miliki.
Menghentikan Rokok
Rokok memang
menyebabkan konsumennya kecanduan. Bila sudah menjadi pecandu rokok sulit untuk
menghentikannya. Perlu tekad yang kuat untuk bisa berhenti dari aktivitas buruk
tersebut dan yang bisa menguatkan tekad adalah rasa takut sekaligus cinta
kepada Allah. Takut akan pertanggungjawaban usia dan harta kita di akhirat
nanti serta rinta pada nikmat fisik dan kesehatan yang Allah berikan. Cinta dan
takut kepada Allah akan melahirkan sikap tunduk patuh sekaligus berhati-hati
dalam berbuat.