Minggu, 01 Juli 2012

Rupture Uteri



            Rupture Uteri adalah robeknya dinding rahim pada saat hamil atau melahirkan. Rupture Uteri bisa menyebabkan seorang ibu kehilangan banyak darah dan berujung pada kematian. Dibawah ini adalah klasifikasi ruptur uteri:
Berdasarkan waktu :
  • Ruptur uteri gravidarum : terjadi saat hamil, seringkali berlokasi di bagian korpus
  • Ruptur uteri durate partum : terjadi waktu melahirkan anak, lokasinya sering pada SBR (segmen bawah rahim). Jenis ini lebih sering ditemui.
Menurut lokasinya :
  • Korpus uteri : biasanya terjadi pada rahim yang sudah mengalami operasi, seperti seksio sesarea atau miomektomi.
  • Segmen bawah rahim (SBR): biasanya terjadi pada persalinan yang sulit dan lama (tidak maju). SBR tambah lama tambah teregang dan tipis akhirnya terjadi rupture.
  • Servik uteri : biasanya terjadi pada waktu melakukan ekstrasi forcep atau versi dan ekstraksi, sedang pembukaan belum lengkap.
  • Kolpoporeksis-kolporeksis : robekan-robekan diantarra serviks dan vagina.
Menurut robeknya perineum :
  • Kompleta : robekan pada dinding uterus berikut peritoneumnya (perimetrium), sehingga terdapat hubungan langsung antara rongga perut dan rongga uterus, dengan bahaya peritonitis.
  • Inkompleta : robekan otot rahim tapi peritoneum tidak ikut robek. Perdarahan terjadi subperitoneal dan bisa meluas sampai ke ligamentum latum.
Menurut etiologinya:
  • Rupture uteri spontan : robeknya dinding rahim secara alami/ tanpa tindakan.
  • Rupture uteri violenta (traumatika) : karena tindakan yang dilakukan selama persalinan.

Tanda gejala terjadinya rupture uteri :
  • Denyut nadi lebih cepat dari biasanya
  • His lebih lama, lebih kuat dan lebih sering dari biasanya
  • Persalinan terlalu lama
  • Pada saat his, korpus uteri teraba keras (hipertonik) sedangkan SBR teraba tipis dan nyeri kalau ditekan.
  • Sering kencing
  • Denyut jantung janin tidak teratur
  • Edema porsio, vagina, vulva, kaput kepala janin

Penanganan
            Penanganan rupture uteri berdasarkan keadaan umum penderita (jumlah darah yang keluar, syok, dll), jenis rupture, jenis luka robekan, tempat luka, umur dan jumlah anak hidup, kemampuan dan ketrampilan penolong. Setelah melakukan berbagai pertimbangan diatas maka tindakan yang bisa dilakukan adalah :
  • Histerektomi, baik total maupun subtotal
  • Histerorafia, yaitu tepi luka dieksidir lalu dijahit sebaik-baiknya
  • Konservatif, hanya dengan tamponade dan antibiotika yang cukup

Pencegahan :
            Pencegahan lebih penting untuk dilakukan. Pencegahan dilakukan saat antenatal care dengan memperhatikan hal- hal berikut :
  • Panggul sempit
  • Malposisi kepala
  • Malpresentasi
  • Hidrosefalus
  • Rigid servik
  • Tetania uteri
  • Tumor jalan lahir
  • Grandemulti
  • Bekas seksio sesaria
  • Uterus cacat karena miomektomi, kuretase, manual uri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar