Minggu, 27 Januari 2013

Terapi Genetik, Terobosan Medis yang Terus Berkembang



Terapi genetik merupakan terobosan yang terus dikembangkan dalam dunia medis. Ketika obat-obatan kimia dan radiasi tak lagi mampu menangkal sejumlah penyakit yang menyerang DNA manusia, para ahli kesehatan berupaya menyelesaikan permasalahan dengan menumpas akarnya, yaitu gen manusia.

Sejak tahun 1970, percobaan demi percobaan mengenai rekayasa genetika dan biomolekuler terus dilakukan. Awalnya, gagasan tersebut adalah sebuah pertanyaan dan dugaan mendasar mengenai gen manusia yang kemudian berkembang menjadi sebuah cara penyembuhan. Meskipun hingga saat ini terapi genetik masih belum dijadikan sebagai prosedur tetap pengobatan, namun banyak percobaan yang telah memberikan hasil memuaskan. Harapannya, terapi genetik dapat dijadikan sebagai jalan keluar untuk mengobati penyakit yang hingga saat ini belum dapat disembuhkan total seperti akibat dari mutasi gen pada penyakit thalasemia dan sindroma down.

1970

Pada tahun ini, terapi genetik baru merupakan gagasan untuk menyembuhkan beberapa penyakit. Penelitian-penelitian mulai dilakukan meskipun belum menampakkan hasil yang memukau. Rekayasa genetika mungkin lebih digunakan untuk membuktikan berbagai dugaan mengenai kelainan gen pada beberapa penyakit.

1980

Pada tahun 1980 terapi genetik belum digunakan sebagai pengobatan penyakit tertentu. Penelitian yang digunakan baru sebatas mengidentifikasi penyakit keturunan. Pada tahun itu pakar medis telah menemukan beberapa penyakit yang diturunkan atau disebut sebagai penyakit warisan dari keluarga seperti penyakit Alzheimer, jantung, dan diabetes. Dengan penemuan tersebut, maka penyakit yang bersifat keturunan mungkin dapat dicegah atau melakukan upaya agar tetap sehat.
2002

Pada tahun 2002 para peneliti berhasil menemukan terapi genetika untuk pengobatan penyakit genetik yang belum ada obatnya seperti thalasemia, cystic fibrosis, dan beberapa jenis kanker.

Thalasemia adalah penyakit yang disebabkan mutasi gen pembentuk hemoglobin sehingga sel darah merah mudah rusak.  Terapi genetik telah berhasil menyembuhkan thalasemia pada tikus. Caranya adalah dengan mengganti gen yang abnormal dengan gen baru yang normal sehingga sel darah merah yang diproduksi bersifat normal dan penderita tidak perlu lagi melakukan transfusi darah.

Penyakit cystik fibrosis adalah penyakit kegagalan pernapasan dan kekurangan vitamin. Penyakit yang disebabkan cacat gen ini diwariskan dari kedua orangtua. Penelitian terus dilakukan hingga tahun 2002 dimana pengobatan genetik mulai menampakkan hasil untuk penyembuhan penyakit tersebut meski dirasa begitu rumit.

Dua penyakit sebelumnya (thalasemia dan cystic fibrosis) menggunakan cara penggantian gen dengan gen normal. Namun, pada penyakit kanker ini dilakukan terapi tambahan yaitu melenyapkan gen yang abnormal. Terapi ini masih terus dikembangkan mengingat penderita kanker yang jauh lebih banyak daripada penderita penyakit keturunan sehingga keberhasilannya akan menyelamatkan nyawa banyak manusia.

Rekayasa genetika juga dilakukan pada penderita sindrom down, yaitu sebuah penyakit kelainan gen penentu jenis kelamin. Terapi dilakukan dengan penggantian sel-sel somatik yang dianggap abnormal. Namun, penggantian sel kelamin yang merupakan sumber penyakit tidak dilakukan karena dianggap melanggar kode etik.

2003

Pada tahun 2003, tim peneliti dari California University berhasil memasukkan gen ke dalam otak. Dengan menggunakan liposom yang dilapisi polimer polietilen glikol. Penemuan ini merupakan perkembangan yang sangat membanggakan. Selanjutnya, penelitian ini akan dilanjutkan untuk terapi penyakit Parkinson. Selain Parkinson, terapi genetkc untuk penyakit Huntington juga mulai diteliti.

2006

Pada tahun ini peneliti berhasil menggunakan terapi gen untuk menyembuhkan pasien dengan penyakit sistem myeloid. Setelahnya, yaitu pada bulan Mei 2006, sebuah tim ilmuwan yang dipimpin oleh Dr Luigi Naldini dan Dr Brian Brown dari San Raffaele telethon Institut Gene Therapy (HSR-TIGET) di Milan, Italia melaporkan sebuah penemuan baru untuk menangkal gen asing yang mengganggu sistem kekebalan tubuh. Penemuan ini dapat digunakan sebagai dasar penyembuhan penyakit hemophilia.

Selanjutnya, pada bulan November 2006, peneliti di University of Pennsylvania School of Medicine menemukan terapi genetik untuk menyembuhkan Human Immunodeficiency Virus (HIV). Inti dari terapi ini adalah melakukan rekayasa genetika pada sel-sel kekebalan tubuh agar tidak rusak atau setidaknya tetap berfungsi. Namun, penelitian tersebut belum mampu membawa hasil spektakuler pada tahun yang sama.

2009

Pada bulan September 2009, peneliti dari University of Washington dan University of Florida berhasil melakukan terapi genetik untuk menyembuhkan penyakit buta warna berdasarkan penelitian pada tupai. Meski belum diujikan secara klinis pada manusia, namun besar harapan untuk menggunakannya sebagai alternatif penyembuhan bagi penderita buta warna.

2012

Pada tahun 2012 kembali peneliti dari University of Pennsylvania berhasil menyembuhkan penderita HIV dengan terapi genetika. Pasien yang diberikan terapi tersebut tidak mengalami gangguan apapun sehingga membuahkan kesimpulan bahwa terapi genetik pada pasien HIV tergolong aman. Namun, terapi tersebut masih kurang efektif karena tidak menimbulkan pengaruh yang besar. Meski demikian, peneliti tetap meneruskan percobaannya dan berharap terapi genetik nantinya menjadi pengobatan yang bersifat permanen bagi penderita HIV.

Kabar menggembirakan kembali datang dari peneliti Cedars-Sinai Heart Institute di Los Angeles. Mereka (peneliti) berhasil menciptakan alat pemacu jantung. Alat tersebut dapat memasukkan virus yang membawa gen pacu jantung. Gen tersebut akan mereplikasikan diri sehingga jantung dapat kembali berdetak normal. Penelitian baru ini telah berhasil dilakukan pada marmut, namun belum diuji cobakan pada manusia karena khawatir adanya serangan infeksi yang mungkin dibawa oleh virus.

2013

Fakta baru kembali menggebrak dunia kesehatan. Tahun ini menjadi tahun yang cukup menggembirakan bagi pasien tuna rungu. Terapi genetik kembali digunakan untuk menyembuhkan tuli bawaan sejak lahir. Tuli bawaan disebabkan adanya kelainan gen pada telinga, utamanya  pada sel-sel rambut yang bertugas merespon suara pada otak. Tim peneliti AS di Universitas California, San Francisco berhasil mengembalikan pendengaran pada tikus yang telah tuli sejak lahir. Percobaan rencananya akan dilanjutkan pada tikus yang mengalami gangguan pendengaran umum. Setelah percobaan pada tikus berhasil, selanjutnya akan mulai diterapkan pada anak-anak yang mengalami gangguan pendengaran.

Untuk membawa gen normal ke dalam sel manusia, diperlukan bantuan virus. Dengan kata lain virus dimasukkan dalam tubuh manusia agar dapat membawa kode genetik dalam sel. Cara ini belum bisa dikatakan aman bagi penderita karena bisa jadi virus tersebut justru menyerang manusia. Alasan itulah yang menjadi penyebab masih sulitnya terapi gen dijadikan prosedur tetap dalam pengobatan berbagai penyakit. Selain itu, penderita bisa saja menganggap gen yang dimasukkan sebagai benda asing yang justru menimbulkan reaksi berbeda pada manusia.

Metode rekayasa genetika belum bisa menggantikan cara-cara pengobatan yang telah ada. Semua masih dalam tahap eksperimental dan membutuhkan waktu panjang hingga dapat digunakan sebagai terapi aman untuk semua jenis penyakit. Meskipun begitu, peneliti selalu berharap suatu saat kelak terapi genetik dapat digunakan sebagai salah satu alternatif pengobatan. Jika berhasil, maka penanganan penyakit lebih bersifat permanen, bukan perawatan atau perbaikan keadaan umum sementara seperti yang saat ini diberikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar