Indonesia adalah sebuah negara yang
kaya akan tanaman obat. Sebut saja kunyit, temulawak, kencur, daun geji beling,
sere, daun sirih, dan masih banyak lainnya yang ternyata mengandung senyawa
untuk proses penyembuhan penyakit. Dahulu leluhur kita memanfaatkan tanaman
tersebut sebagai obat yang terbukti berkhasiat.
Salah satu orang yang berjasa besar
terhadap ilmu pengobatan tradisonal Indonesia adalah Nyonya Meneer. Beliau
adalah pemilik asli PT. Nyonya Meneer yang menjual jamu dari racikan tanaman
asli Indonesia. Perusahaan besar ini berawal ketika suami Nyonya Meneer sakit
keras dan tidak sembuh dengan teknik pengobatan waktu itu. Kemudian beliau
kembali menggunakan pengobatan dari ramuan Jawa yang terbukti berhasil
menyembuhkan penyakit suaminya. Dari situlah ide mengembangkan usaha racikan
obat muncul.
1895
Langit Sidoarjo, Jawa Timur menjadi
bukti kelahiran seorang bayi perempuan keturunan Tionghoa yang kelak akan
menorehkan sejarah di Indonesia. Namanya Meneer, gubahan dalam bahasa Belanda.
Dalam bahasa Jawa nama bayi perempuan itu adalah Menir yang artinya butiran
beras lembut. Dinamakan demikian karena ibunya mengidam beras menir ketika
sedang mengandung. Wanita ini juga memiliki nama Lauw Ping Nio dalam bahasa
mandarin.
Meskipun lahir dari keturunan
Tionghoa yang juga memiliki tradisi pengobatan sendiri, tapi ibu nyonya Meneer
mengajarkan ilmu pengobatan Jawa yang menggunakan berbagai tanaman rempah. Pada
masa itu, pengobatan Jawa hanya digunakan sebatas keperluan keluarga saja.
1900
Nyonya Meneer berjodoh dengan
laki-laki asal Surabaya yang bekerja di Semarang. Setelah menikah pasangan ini
memutuskan untuk menetap di ibukota Jawa Tengah itu. Pada waktu itu Belanda
masih bercokol di nusantara dan melakukan penindasan yang membuat kehidupan
rakyat Indonesia begitu sulit. Banyak rakyat yang kemudian jatuh sakit akibat
kekurangan gizi dan kerja paksa. Salah satu yang menjadi korban adalah suami Nyonya
Meneer. Sebagai istri beliau mengusahakan pengobatan suaminya yang tidak
membuahkan hasil. Akhirnya beliau meramu obat sendiri untuk suaminya hingga
sembuh.
Kabar mengenai racikan obat Nyonya Meneer
begitu santer di masyarakat. Apalagi ilmu pengobatan waktu itu belum berkembang
seperti sekarang. Banyak keluarga yang kemudian meminta tolong nyonya Meneer
untuk meracikkan obat. Dengan senang hati, wanita mulia ini memenuhi permintaan
tersebut. Sebagai simbol, nyonya Meneer selalu menyertakan foto dan namanya di
kemasan jamu racikannya.
1919
Tahun 1919 menjadi saksi berdirinya
industri jamu tradisional Indonesia untuk pertama kalinya. Nyonya Meneer yang
mendapat dukungan keluarga membuka sebuah pabrik jamu kecil-kecilan yang
bernama Jamu Cap Potret Nyonya Meneer. Perusahaan ini meawarkan sebuah
kebiasaan minum jamu bagi masyarakat Indonesia.
Ide membuat jamu dalam bentuk
kemasan memang bisa dibilang fresh pada waktu itu. Di zaman yang jauh dari kata
praktis, jamu racikan tentu memudahkan konsumennya. Tinggal menyeduh dengan air
hangat sudah bisa langsung dikonsumsi. Bisnis jamu ini cepat sekali berkembang,
salah satu faktornya karena jamu adalah kebutuhan masyarakat. Apalagi saat itu
belum banyak saingan karena pengobatan masih sangat minim.
Selain mendirikan pabrik, nyonya
Meneer juga membuka toko jamu di jalan Pedamaran nomor 92, Semarang untuk
memudahkan distribusi. Pelanggan yang menginginkan jamu bisa membeli di toko
tersebut, termasuk mereka yang ingin menjualnya lagi.
1940
Melihat usahanya yang semakin
berkembang, nyonya Meneer beserta anak perempuannya yang bernama Nonnie
mendirikan cabang baru di Jakarta, tepatnya jalan Juanda, Pasar Baru. Toko baru
ini rupanya disambut baik oleh masyarakat dan usahanya semakin berkembang ke
seluruh daerah di Indonesia
1967
Siapa yang menyangka kalau usaha
jamu itu kini menjadi sebuah perusahaan besar. Adapun pendirinya, yaitu Nyonya
Meneer duduk sebagai direktur utama. Bagian manajemen ditangani ketiga putranya
dengan sistem sederhana.
1970
Muncul 2 pesaing besar bagi
perusahaan Nyonya Meneer, yaitu Air Mancur dan Sido Muncul. Keduanya menawarkan
produk serupa dengan harga murah. Untuk mempertahankan perusahaan, pihak Nyonya
Meneer kemudian memproduksi ramuan tradisional dalam bentuk pil dan kapsul.
Tujuannya juga bukan hanya penyembuhan, tapi juga untuk kecantikan dan
perawatan tubuh. Muncullan 120 macam produk baru dengan 254 merk dagang
berbeda.
1978
Nyonya Meneer menghembuskan nafas
terakhir setelah ditinggal pergi putranya, Hans Ramana pada tahun 1976. Hans
adalah putra Nyonya Meneer yang paling berjasa mengembangkan perusahaan.
1985
Setelah berjaya dalam kurun waktu
yang lama, perusahaan Nyonya Meneer mulai diguncang konflik. Masalahnya adalah
perebutan hak waris perusahaan. Pada masa ini pemegang kendali perusahaan
adalah 5 orang cucu Nyonya Meneer.
1989
Konflik intern perusahaan kembali
terjadi. Perebutan saham antar keluarga tidak bisa diselesaikan lagi sampai
harus mengancam nyawa perusahaan. Untuk menengahi masalah yang melibatkan 1000
pekerja ini, menteri Tenaga Kerja waktu itu turun tangan. Akhirnya hanya Charles Saerang yang
meneruskan, sedang 4 orang lainnya mengambil bagian warisan saja. Kini, PT.
Nyonya Meneer memang tak lagi berjaya. Tapi sejarah telah mencatatnya sebagai
perusahaan jamu terbesar pertama di dunia.
Sumber:
wikipedia, info-biografi.blogspot.com, www.tokohindonesia.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar