Rabu, 25 September 2013

Benarkah Merokok itu Haram?



Teori mengatakan bahwa perokok akan memiliki umur 10 tahun lebih pendek dari seharusnya. Namun, faktanya banyak perokok yang bertahan hidup hingga tua, bahkan lebih lama dari orang-orang yang tidak pernah menyentuh rokok sepanjang hidupnya. Perokok juga mampu melakoni aktivitas berat yang belum tentu mampu dilakukan orang pada umumnya seperti mendaki gunung, olahraga berat atau lari. Selain itu, fatwa MUI tentang haramnya rokok masih disangsikan karena yang berhak menghalal-haramkan sesuatu adalah Allah, maka manusia tidak semestinya mengharamkan rokok karena tidak terdapat dalam Al-Qur’an maupun sunnah. Lantas, apakah fatwa haram terhadap rokok dapat dibenarkan?
Fatwa haram terhadap rokok oleh Majelis Ulama Indonesia sepertinya hanya menjadi buah bibir saja di masyarakat. Buktinya, jumlah perokok di negara yang katanya mayoritas beragama islam ini terus merangkak naik. Menurut data dari Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan jumlah perokok aktif di Indonesia mencapai 61,4 juta. Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa Indonesia mendapat ranking 3 dengan jumlah perokok aktif terbanyak di dunia setelah China dan India.
Sebenarnya upaya menurunkah jumlah perokok telah banyak dilakukan. Mulai dari kampanye kesehatan, memasang pamflet dengan gambar-gambar menyeramkan, larangan merokok di tempat umum, hingga pengadaan ruang khusus untuk merokok telah dilakukan. Kenyataannya masih saja terdapat kepulan asap rokok dimanapun kita berada.
Bukan hanya kampanye dari dinas kesehatan dan aktivis semata, MUI juga telah mengeluarkan fatwa haram rokok. Majelis Ulama Indonesia sepakat memutuskan fatwa haramnya rokok karena mengandung banyak kemudorotan bahkan menyebabkan kematian.
Mengapa Mereka Tetap Merokok?
            Banyak alasan yang dilontarkan orang-orang yang tidak menggubris larangan merokok. Salah satunya adalah  faktor kesehatan mereka seperti kisah berikut. Seorang kakek perokok aktif mampu bertahan hidup hingga usia lebih dari 70 tahun. Beliau tidak pernah menderita penyakit kronis apapun sepanjang hidupnya. Ada lagi seorang pemuda yang juga aktif merokok justru memiliki energi yang lebih dari teman-temannya. Ia aktif mendaki gunung. Fakta lain membuktikan bahwa pemuda pecandu rokok mampu menjadi atlet basket.
            Kenyataan di atas menjadi senjata ampuh bagi para perokok. Buktinya, orang yang tidak merokok belum tentu lebih sehat dan berumur panjang daripada perokok. Resiko penyakit seperti yang digembar-gemborkan oleh para aktivis seringkali tidak menjangkiti para perokok. Begitulah jalan pikiran para perokok di Indonesia ini. Lantas, apakah argumen tersebut dapat dibenarkan?
            Sulitnya menghentikan kecanduan rokok juga terjadi akibat banyaknya tokoh agama dan masyarakat yang masih merokok. Mereka yang bertitel kiai atau biasa dipanggil ustadpun gemar mengepulkan asap rokok, bahkan saat mengajar para santri. Kalau sudah demikian, bagaimana mungkin orang-orang yang menjadikannya panutan akan berhenti merokok. Anehnya lagi fatwa haram rokok dipandang melecehkan kiai di Indonesia. Menjadikan rokok sebagai barang haram sama dengan mengharamkan para kiai.
            Ada pula pandangan seorang perokok yang mengatakan bahwa keharaman rokok itu dibuat oleh manusia, bukan Allah. Padahal, Allah yang berhak menghalal-haramkan sesuatu sedangkan manusia tidak memiliki hak untuk itu. Kalau mau bicara mengenai dampak buruk bagi kesehatan, makan berlebihanpun juga bisa merusak kesehatan. Maka makanan itu juga haram hukumnya.
Benarkah Allah menghalalkan rokok?
            Islam adalah agama yang hanif dan komprehensif. Seluruh aturan sesungguhnya telah tertuang dalam Al-Qur’an dan Sunnah, baik yang dapat dipahami secara kontekstual maupun maknawi. Secara kontekstual memang tidak ada larangan merokok dalam nash Al-Qur’an dan sunnah. Namun, bagaimana dengan dalil yang dipahami secara maknawi?
            Allah swt telah memberikan kita fisik yang lengkap dan sehat. Memang secara kasat mata fisik seseorang adalah hak pribadinya. Namun, bukankah fisik yang kita miliki juga merupakan amanah yang Allah titipkan dan seharuskan dijaga dengan baik?
            “Dan infakkanlah (hartamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu jatuhkan (diri sendiri) ke dalam kebinasaan dengan tangan sendiri, dan berbuat baiklah. Sungguh, Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik (Q.S Al Baqarah: 195)”
            Dalil diatas menyatakan larangan untuk menjatuhkan diri sendiri ke dalam kebinasaan. Lantas, bagaimana dengan perokok? Bukankah berbagai penelitian telah menegaskan bahwa rokok adalah racun yang dapat merusak organ tubuh? Bahkan, banyak korban yang meninggal akibat merokok. Tidak berlebihan rasanya bila perokok dikatakan sebagai orang yang membinasakan dirinya sendiri karena dengan sengaja memasukkan racun ke dalam tubuh.
            Memang tidak semua perokok meninggal dunia karena rokok atau mati lebih dulu daripada yang bukan perokok. Lantas, apakah hal tersebut dapat dijadikan alasan bolehnya merokok? Hidup ini sepenuhnya berada di tangan Allah. Allah yang menentukan kapan ajal menjemput. Jangankan perokok, orang yang jelas-jelas berusaha bunuh diri dengan gantung diri atau menjatuhkan diri ke jurang berkali-kali pun masih bisa bertahan hidup bila belum waktunya. Lalu apakah perilaku bunuh diri itu dapat dihalalkan?
            Allah swt telah berfirman dalam qur’an surat An-Nisaa’; 29, “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan cara yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu.”
            Sudah jelas bukan bahwa haram hukumnya membunuh diri sendiri dengan jalan apapun entah itu berujung pada kematian atau tidak? Lalu, memasukkan 4000 macam racun dalam rokok ke dalam tubuh apa namanya kalau bukan usaha untuk bunuh diri?
            Rasulullah saw juga bersabda, “Barangsiapa mengonsumsi racun hingga membunuh dirinya, maka racunnya tersebut berada di tangannya untuk dikonsumsi di neraka jahanam kekal selamanya (HR Bukhari No 5778 dan Muslim No 109). Dengan semua dalil diatas, masihkah kita menyangsikan keharaman rokok?
Merokok Menggerus Toleransi
            Seringkali kita saksikan pemandangan seseorang yang  batuk-batuk di samping perokok dan pelaku justru santai saja dengan kepulan asap rokoknya. Sungguh peristiwa demikian telah mencabut urat malu dan belas kasih manusia. Bukankah sebagai seorang muslim kita tidak diperkenankan mengganggu saudara di sekitar kita?
            “Muslim yang baik (yang hakiki) adalah yang kaum muslimin selamat dari gangguan lisan dan tangannya (HR Al-Bukhari no 9 dan Muslim no 41)”
            Sebagian perokok mengelak mengganggu orang lain dengan alasan tidak merokok di tempat umum atau dekat dengan orang. Sadarkah bahwa asap rokok yang keluar dari puntung dan mulutnya akan merusak kesegaran udara di bumi ini? Bila udara yang Allah limpahkan dengan kasih sayang rusak, mungkinkah seluruh saudaranya akan selamat?
            Masih ada lagi kerugian merokok ditinjau dari sisi ekonomi dan sosial. Sudah menjadi rahasia umum seorang bapak perokok lebih mengedepankan membeli rokok daripada makanan bergizi untuk putranya. Bahkan, ia rela tidak makan asal bisa merokok. Padahal, di akhirat nanti kita akan dimintai pertanggung jawaban tentang harta dan usia yang kita miliki.
Menghentikan Rokok

            Rokok memang menyebabkan konsumennya kecanduan. Bila sudah menjadi pecandu rokok sulit untuk menghentikannya. Perlu tekad yang kuat untuk bisa berhenti dari aktivitas buruk tersebut dan yang bisa menguatkan tekad adalah rasa takut sekaligus cinta kepada Allah. Takut akan pertanggungjawaban usia dan harta kita di akhirat nanti serta rinta pada nikmat fisik dan kesehatan yang Allah berikan. Cinta dan takut kepada Allah akan melahirkan sikap tunduk patuh sekaligus berhati-hati dalam berbuat. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar