Selasa, 04 Maret 2014

Biografi Nyonya Meneer





            Indonesia adalah sebuah negara yang kaya akan tanaman obat. Sebut saja kunyit, temulawak, kencur, daun geji beling, sere, daun sirih, dan masih banyak lainnya yang ternyata mengandung senyawa untuk proses penyembuhan penyakit. Dahulu leluhur kita memanfaatkan tanaman tersebut sebagai obat yang terbukti berkhasiat.
            Salah satu orang yang berjasa besar terhadap ilmu pengobatan tradisonal Indonesia adalah Nyonya Meneer. Beliau adalah pemilik asli PT. Nyonya Meneer yang menjual jamu dari racikan tanaman asli Indonesia. Perusahaan besar ini berawal ketika suami Nyonya Meneer sakit keras dan tidak sembuh dengan teknik pengobatan waktu itu. Kemudian beliau kembali menggunakan pengobatan dari ramuan Jawa yang terbukti berhasil menyembuhkan penyakit suaminya. Dari situlah ide mengembangkan usaha racikan obat muncul.
1895
            Langit Sidoarjo, Jawa Timur menjadi bukti kelahiran seorang bayi perempuan keturunan Tionghoa yang kelak akan menorehkan sejarah di Indonesia. Namanya Meneer, gubahan dalam bahasa Belanda. Dalam bahasa Jawa nama bayi perempuan itu adalah Menir yang artinya butiran beras lembut. Dinamakan demikian karena ibunya mengidam beras menir ketika sedang mengandung. Wanita ini juga memiliki nama Lauw Ping Nio dalam bahasa mandarin.
            Meskipun lahir dari keturunan Tionghoa yang juga memiliki tradisi pengobatan sendiri, tapi ibu nyonya Meneer mengajarkan ilmu pengobatan Jawa yang menggunakan berbagai tanaman rempah. Pada masa itu, pengobatan Jawa hanya digunakan sebatas keperluan keluarga saja.
1900
            Nyonya Meneer berjodoh dengan laki-laki asal Surabaya yang bekerja di Semarang. Setelah menikah pasangan ini memutuskan untuk menetap di ibukota Jawa Tengah itu. Pada waktu itu Belanda masih bercokol di nusantara dan melakukan penindasan yang membuat kehidupan rakyat Indonesia begitu sulit. Banyak rakyat yang kemudian jatuh sakit akibat kekurangan gizi dan kerja paksa. Salah satu yang menjadi korban adalah suami Nyonya Meneer. Sebagai istri beliau mengusahakan pengobatan suaminya yang tidak membuahkan hasil. Akhirnya beliau meramu obat sendiri untuk suaminya hingga sembuh.
            Kabar mengenai racikan obat Nyonya Meneer begitu santer di masyarakat. Apalagi ilmu pengobatan waktu itu belum berkembang seperti sekarang. Banyak keluarga yang kemudian meminta tolong nyonya Meneer untuk meracikkan obat. Dengan senang hati, wanita mulia ini memenuhi permintaan tersebut. Sebagai simbol, nyonya Meneer selalu menyertakan foto dan namanya di kemasan jamu racikannya.
1919
            Tahun 1919 menjadi saksi berdirinya industri jamu tradisional Indonesia untuk pertama kalinya. Nyonya Meneer yang mendapat dukungan keluarga membuka sebuah pabrik jamu kecil-kecilan yang bernama Jamu Cap Potret Nyonya Meneer. Perusahaan ini meawarkan sebuah kebiasaan minum jamu bagi masyarakat Indonesia.
            Ide membuat jamu dalam bentuk kemasan memang bisa dibilang fresh pada waktu itu. Di zaman yang jauh dari kata praktis, jamu racikan tentu memudahkan konsumennya. Tinggal menyeduh dengan air hangat sudah bisa langsung dikonsumsi. Bisnis jamu ini cepat sekali berkembang, salah satu faktornya karena jamu adalah kebutuhan masyarakat. Apalagi saat itu belum banyak saingan karena pengobatan masih sangat minim.
            Selain mendirikan pabrik, nyonya Meneer juga membuka toko jamu di jalan Pedamaran nomor 92, Semarang untuk memudahkan distribusi. Pelanggan yang menginginkan jamu bisa membeli di toko tersebut, termasuk mereka yang ingin menjualnya lagi.
1940
            Melihat usahanya yang semakin berkembang, nyonya Meneer beserta anak perempuannya yang bernama Nonnie mendirikan cabang baru di Jakarta, tepatnya jalan Juanda, Pasar Baru. Toko baru ini rupanya disambut baik oleh masyarakat dan usahanya semakin berkembang ke seluruh daerah di Indonesia
1967
            Siapa yang menyangka kalau usaha jamu itu kini menjadi sebuah perusahaan besar. Adapun pendirinya, yaitu Nyonya Meneer duduk sebagai direktur utama. Bagian manajemen ditangani ketiga putranya dengan sistem sederhana.
1970
            Muncul 2 pesaing besar bagi perusahaan Nyonya Meneer, yaitu Air Mancur dan Sido Muncul. Keduanya menawarkan produk serupa dengan harga murah. Untuk mempertahankan perusahaan, pihak Nyonya Meneer kemudian memproduksi ramuan tradisional dalam bentuk pil dan kapsul. Tujuannya juga bukan hanya penyembuhan, tapi juga untuk kecantikan dan perawatan tubuh. Muncullan 120 macam produk baru dengan 254 merk dagang berbeda.
1978
            Nyonya Meneer menghembuskan nafas terakhir setelah ditinggal pergi putranya, Hans Ramana pada tahun 1976. Hans adalah putra Nyonya Meneer yang paling berjasa mengembangkan perusahaan.
1985
            Setelah berjaya dalam kurun waktu yang lama, perusahaan Nyonya Meneer mulai diguncang konflik. Masalahnya adalah perebutan hak waris perusahaan. Pada masa ini pemegang kendali perusahaan adalah 5 orang cucu Nyonya Meneer.
1989
            Konflik intern perusahaan kembali terjadi. Perebutan saham antar keluarga tidak bisa diselesaikan lagi sampai harus mengancam nyawa perusahaan. Untuk menengahi masalah yang melibatkan 1000 pekerja ini, menteri Tenaga Kerja waktu itu turun tangan.  Akhirnya hanya Charles Saerang yang meneruskan, sedang 4 orang lainnya mengambil bagian warisan saja. Kini, PT. Nyonya Meneer memang tak lagi berjaya. Tapi sejarah telah mencatatnya sebagai perusahaan jamu terbesar pertama di dunia.
Sumber: wikipedia, info-biografi.blogspot.com, www.tokohindonesia.com



           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar