Terapi genetik
merupakan terobosan yang terus dikembangkan dalam dunia medis. Ketika
obat-obatan kimia dan radiasi tak lagi mampu menangkal sejumlah penyakit yang
menyerang DNA manusia, para ahli kesehatan berupaya menyelesaikan permasalahan
dengan menumpas akarnya, yaitu gen manusia.
Sejak tahun
1970, percobaan demi percobaan mengenai rekayasa genetika dan biomolekuler
terus dilakukan. Awalnya, gagasan tersebut adalah sebuah pertanyaan dan dugaan
mendasar mengenai gen manusia yang kemudian berkembang menjadi sebuah cara
penyembuhan. Meskipun hingga saat ini terapi genetik masih belum dijadikan sebagai
prosedur tetap pengobatan, namun banyak percobaan yang telah memberikan hasil
memuaskan. Harapannya, terapi genetik dapat dijadikan sebagai jalan keluar untuk
mengobati penyakit yang hingga saat ini belum dapat disembuhkan total seperti
akibat dari mutasi gen pada penyakit thalasemia dan sindroma down.
1970
Pada tahun ini,
terapi genetik baru merupakan gagasan untuk menyembuhkan beberapa penyakit.
Penelitian-penelitian mulai dilakukan meskipun belum menampakkan hasil yang
memukau. Rekayasa genetika mungkin lebih digunakan untuk membuktikan berbagai
dugaan mengenai kelainan gen pada beberapa penyakit.
1980
Pada tahun 1980
terapi genetik belum digunakan sebagai pengobatan penyakit tertentu. Penelitian
yang digunakan baru sebatas mengidentifikasi penyakit keturunan. Pada tahun itu
pakar medis telah menemukan beberapa penyakit yang diturunkan atau disebut
sebagai penyakit warisan dari keluarga seperti penyakit Alzheimer, jantung, dan
diabetes. Dengan penemuan tersebut, maka penyakit yang bersifat keturunan
mungkin dapat dicegah atau melakukan upaya agar tetap sehat.
2002
Pada tahun 2002
para peneliti berhasil menemukan terapi genetika untuk pengobatan penyakit
genetik yang belum ada obatnya seperti thalasemia, cystic fibrosis, dan
beberapa jenis kanker.
Thalasemia
adalah penyakit yang disebabkan mutasi gen pembentuk hemoglobin sehingga sel
darah merah mudah rusak. Terapi genetik
telah berhasil menyembuhkan thalasemia pada tikus. Caranya adalah dengan
mengganti gen yang abnormal dengan gen baru yang normal sehingga sel darah
merah yang diproduksi bersifat normal dan penderita tidak perlu lagi melakukan transfusi
darah.
Penyakit cystik
fibrosis adalah penyakit kegagalan pernapasan dan kekurangan vitamin. Penyakit
yang disebabkan cacat gen ini diwariskan dari kedua orangtua. Penelitian terus
dilakukan hingga tahun 2002 dimana pengobatan genetik mulai menampakkan hasil
untuk penyembuhan penyakit tersebut meski dirasa begitu rumit.
Dua penyakit
sebelumnya (thalasemia dan cystic fibrosis) menggunakan cara penggantian gen
dengan gen normal. Namun, pada penyakit kanker ini dilakukan terapi tambahan
yaitu melenyapkan gen yang abnormal. Terapi ini masih terus dikembangkan
mengingat penderita kanker yang jauh lebih banyak daripada penderita penyakit
keturunan sehingga keberhasilannya akan menyelamatkan nyawa banyak manusia.
Rekayasa
genetika juga dilakukan pada penderita sindrom down, yaitu sebuah penyakit
kelainan gen penentu jenis kelamin. Terapi dilakukan dengan penggantian sel-sel
somatik yang dianggap abnormal. Namun, penggantian sel kelamin yang merupakan
sumber penyakit tidak dilakukan karena dianggap melanggar kode etik.
2003
Pada tahun
2003, tim peneliti dari California University berhasil memasukkan gen ke dalam
otak. Dengan menggunakan liposom yang dilapisi polimer polietilen glikol.
Penemuan ini merupakan perkembangan yang sangat membanggakan. Selanjutnya,
penelitian ini akan dilanjutkan untuk terapi penyakit Parkinson. Selain
Parkinson, terapi genetkc untuk penyakit Huntington juga mulai diteliti.
2006
Pada tahun ini
peneliti berhasil menggunakan terapi gen untuk menyembuhkan pasien dengan
penyakit sistem myeloid. Setelahnya, yaitu pada bulan Mei 2006, sebuah tim ilmuwan yang dipimpin oleh Dr Luigi Naldini dan Dr Brian Brown dari San Raffaele
telethon Institut Gene Therapy (HSR-TIGET) di
Milan, Italia melaporkan sebuah penemuan
baru untuk menangkal gen asing yang mengganggu sistem kekebalan
tubuh. Penemuan ini dapat digunakan sebagai dasar penyembuhan
penyakit hemophilia.
Selanjutnya,
pada bulan November 2006, peneliti di University of Pennsylvania School of
Medicine menemukan terapi genetik untuk menyembuhkan Human
Immunodeficiency Virus (HIV). Inti dari terapi ini adalah melakukan
rekayasa genetika pada sel-sel kekebalan tubuh agar tidak rusak atau setidaknya
tetap berfungsi. Namun, penelitian tersebut belum mampu membawa hasil
spektakuler pada tahun yang sama.
2009
Pada bulan
September 2009, peneliti dari University of Washington dan University of
Florida berhasil melakukan terapi genetik untuk menyembuhkan penyakit
buta warna berdasarkan penelitian pada tupai. Meski belum diujikan secara
klinis pada manusia, namun besar harapan untuk menggunakannya sebagai alternatif
penyembuhan bagi penderita buta warna.
2012
Pada tahun 2012
kembali peneliti dari University of Pennsylvania berhasil menyembuhkan
penderita HIV dengan terapi genetika. Pasien yang diberikan terapi tersebut
tidak mengalami gangguan apapun sehingga membuahkan kesimpulan bahwa terapi genetik
pada pasien HIV tergolong aman. Namun, terapi tersebut masih kurang efektif
karena tidak menimbulkan pengaruh yang besar. Meski demikian, peneliti tetap
meneruskan percobaannya dan berharap terapi genetik nantinya menjadi pengobatan
yang bersifat permanen bagi penderita HIV.
Kabar
menggembirakan kembali datang dari
peneliti Cedars-Sinai Heart Institute di Los Angeles. Mereka (peneliti)
berhasil menciptakan alat pemacu jantung. Alat tersebut dapat memasukkan virus
yang membawa gen pacu jantung. Gen tersebut akan mereplikasikan diri sehingga
jantung dapat kembali berdetak normal. Penelitian baru ini telah berhasil
dilakukan pada marmut, namun belum diuji cobakan pada manusia karena khawatir
adanya serangan infeksi yang mungkin dibawa oleh virus.
2013
Fakta baru kembali menggebrak dunia kesehatan. Tahun ini
menjadi tahun yang cukup menggembirakan bagi pasien tuna rungu. Terapi genetik
kembali digunakan untuk menyembuhkan tuli bawaan sejak lahir. Tuli bawaan
disebabkan adanya kelainan gen pada telinga, utamanya pada sel-sel rambut yang bertugas merespon
suara pada otak. Tim peneliti AS di Universitas California, San Francisco
berhasil mengembalikan pendengaran pada tikus yang telah tuli sejak lahir. Percobaan
rencananya akan dilanjutkan pada tikus yang mengalami gangguan pendengaran
umum. Setelah percobaan pada tikus berhasil, selanjutnya akan mulai diterapkan
pada anak-anak yang mengalami gangguan pendengaran.
Untuk membawa gen normal ke dalam sel manusia, diperlukan
bantuan virus. Dengan kata lain virus dimasukkan dalam tubuh manusia agar dapat
membawa kode genetik dalam sel. Cara ini belum bisa dikatakan aman bagi
penderita karena bisa jadi virus tersebut justru menyerang manusia. Alasan
itulah yang menjadi penyebab masih sulitnya terapi gen dijadikan prosedur tetap
dalam pengobatan berbagai penyakit. Selain itu, penderita bisa saja menganggap
gen yang dimasukkan sebagai benda asing yang justru menimbulkan reaksi berbeda
pada manusia.
Metode rekayasa genetika belum bisa menggantikan cara-cara
pengobatan yang telah ada. Semua masih dalam tahap eksperimental dan
membutuhkan waktu panjang hingga dapat digunakan sebagai terapi aman untuk
semua jenis penyakit. Meskipun begitu, peneliti selalu berharap suatu saat
kelak terapi genetik dapat digunakan sebagai salah satu alternatif pengobatan.
Jika berhasil, maka penanganan penyakit lebih bersifat permanen, bukan
perawatan atau perbaikan keadaan umum sementara seperti yang saat ini
diberikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar